Minggu, 29 Mei 2011

RUNTAH KOTA BANDUNG KUDU DIPIKIRAN KU URANG BANDUNG, HAG SIAH…….. Oleh : Wawan Gunawan

Judul di atas lebih bermakna sebuah ajakan, bukan saran atau anjuran apalagi perintah. Sebab tanpa ada ungkapan seperti itu pun sangat jelas bahwa suatu persoalan yang menimpa siapapun, maka yang bersangkutanlah yang harus menyelesaikannya. Demikian pula dengan persoalan sampah yang menimbun Kota Bandung, orang Bandung sendirilah yang patut memikirkannya.

Sebagai salah seorang warga Kota Bandung yang mencari penghidupan, membuang sampah, bahkan berkeluarga dan sebagainya di Kota Bandung, sewajarnya memikirkan persoalan tersebut. Berawal dari sebuah berita yang dimuat harian Pikiran Rakyat edisi hari Kamis, tanggal 29 Mei 2011 tentang permasalahan sampah Kota Bandung dengan warga Sarimukti, maka kata demi kata pun mengalir bagai air lindi sampah Sarimukti, diwadahan jadilah tulisan. Berikut adalah buah pikiran penulis hasil dari mikir berandai-andai “sapeupeuting”.

Menurut hemat penulis problem solving sampah Kota Bandung termasuk rumit bisa juga tidak rumit sepanjang mau duduk satu meja dengan berbagai pihak dalam rangka mencari pemecahan masalah. Dianggap rumit karena persoalan sampah bukan persoalan sederhana, tetapi lebih merupakan persoalan lingkungan. Sedemikian beratnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Mulai dari pencemaran udara akibat bau sampah yang menyengat, pencemaran air akibat air lindi sampah yang meresap ke dalam tanah dan yang paling parah adalah terjadinya banjir di salah satu wilayah akibat sampah yang dibuang sembarangan menyumbat saluran-saluran air

Dipandang tidak rumit, karena sepanjang ada penyelesaian yang solutif terhadap sebuah permasalahan maka permasalahan tersebut bukan sesuatu yang rumit untuk diupayakan penyelesaianya. Satu hal yang mesti diyakini bahwa dibalik kesusahan selalu ada kemudahan seperti diisyarakan oleh salah satu ayat al-Qur’an melalui ayat 5 – 6 Surat al-Insyirah (94) yang artinya : “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan”.

Berdasarkan asumsi sederhana kita dapat mengelompokkan sumber-sumber penyumbang sampah diantaranya :

1. Lingkungan warga (rumah tangga);

2. Pasar-pasar terutama pasar tradisional;

3. Dunia usaha, termasuk di dalamnya pabrik-pabrik,rumah makan, rumah sakit, dan sebagainya;

4. Sekolah-sekolah, lokasi-lokasi wisata, perkantoran, dan lain-lain.

Dari daftar penyumbang sampah tadi kita dapat menentukan sektor mana yang paling banyak menyumbang sampah selama ini sehingga kita juga dapat menentukan asumsi dasar sampah jenis mana persentase terbesarnya antara sampah organik, sampah an organik, dan sampah yang sama sekali tidak dapat didaur ulang. Setelah itu kita dapat menentukan teknik dan cara mana yang paling cocok diterapkan untuk setiap jenis sampah.

Secara garis besar, jenis sampah pada dasarnya hanya terbagi kepada dua jenis yaitu organik dan an organik. Teknik yang paling mungkin diterapkan untuk sampah organik adalah teknologi biodigester. Suatu teknologi yang sederhana, murah, dan sangat ramah lingkungan. Selain itu, penanganan sampah dengan teknologi biodigester dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Sampah yang difermentasi dengan biodigeter dapat menghasilkan gas metan dan slurry. Gas metan dapat dipergunakan untuk menyalakan kompor dan mesin genset pembangkit listrik, sehingga dapat disebut sebagai solusi alternatif menyelesaikan masalah kelangkaan energi. Gerakan hemat energi listrikpun tercapai, karena melalui penggunaan mesin genset paling tidak kebutuhan penerangan jalan di lingkungan warga bisa teratasi. Sedangkan slurry hasil dari fermentasi tadi dapat digunakan sebagai pupuk untuk menghijaukan wajah lingkungan.

Teknologi biodigester yaitu teknologi fermentasi sampah dalam ruang kedap udara. Sampah organik difermentasi oleh salah satu dari tiga spesies bakteri fermentatif berikut yaitu: Clostridium thermocellum, Pseudomonas fluorescens, Aktinomyces naeslundii (GP-1). Spesies bakteri tersebut mampu hidup dalam ruang kedap udara dan dalam suhu yang panas. Dengan demikian sampah yang difermentasi dalam biodigester sama sekali tidak meninggalkan endapan. Sementara untuk sampah an organik khususnya plastic, cukup digiling dengan mesin rajang kemudian dikirim ke pabrik plastik.

Kembali kepada persoalan sampah Kota Bandung. Menurut berita dari media cetak harian tadi, edisi hari Kamis 26/5, bahwa sampah Kota Bandung yang dikirim ke Sarimukti sebanyak 1000 ton perhari. Namun tidak ada informasi persentase tonase dari pilahan jenis sampah sebanyak itu. Terlepas dari masalah persentase tonase masing-masing jenis sampah, penulis mencoba membuat hitunga-hitungan perbandingan. Jumlah lingkungan RW di Kota Bandung sebanyak 1559 RW. Dari sejumlah RW tersebut, kita bisa membuat hitungan rata-rata per RW memproduksi sampah. Anggaplah jumlah sampah sebanyak itu (1000 ton perhari) sekitar 80% berasal dari rumah tangga (80% merupakan angka asumsi tertinggi). Dikalkulasi, 800 ton dibagi 1559 RW sama dengan 513,15. Artinya, secara rata-rata per RW memproduksi sampah setiap hari sebanyak 513,15 kg. Secara logika agar sampah tidak sempat muncul ke permukaan, maka sampah tersebut mesti sudah diurai ditingkat bawah (grassroot). Sangat mungkin apabila ditiap RW di Kota Bandung memiliki alat pengurai sampah biodigester, sehingga pemerintah Kota Bandung dalam hal ini PD. Kebersihan tidak perlu repot-repot mencari lahan sebagai korban tempat pembuangan sampah. Bahkan bila memang harus 0% sampah kota, sesuai asumsi tentang penyumbang sampah di atas, di setiap lokasi penyumbang sampah dibangun satu unit biodigester. Hal tersebut bisa diatur melalui perda, bahwa setiap kantor baik pemerintah maupun swasta, industri-industri, sekolah-sekolah, rumah sakit, pasar-pasar, mesti dilengkapi dengan satu unit pengolah sampah teknologi biodigester dengan ukuran kapasitas tertentu sesuai kebutuhan.

Berkaitan dengan persoalan anggaran, penulis pun membuat hitung-hitungan angka sesuai data berita dari media cetak harian Pikiran Rakyat tersebut. Pemerintah Kota Bandung melalui PD. Kebersihan mengeluarkan anggaran sebesar 60 Miliar lebih pertahun. Jika kita kalkulasikan, andai satu unit pengolah sampah biodigester dibangun dengan dana rata-rata sebesar Rp. 25 juta, maka 60 Miliar dibagi 25 juta sama dengan 2400. Berarti dengan total anggaran setahun saja yang sebesar Rp. 60 Miliar dapat dibangun unit pengolah sampah teknologi biodigester sebanyak 2400 unit. Sementara jumlah wilayah RW Kota Bandung hanya 1559 wilayah.

Anggaran pemerintah kota khusus masalah kebersihan sebesar Rp. 60 Miliar lebih pertahun, jika dialokasikan dengan asumsi untuk setiap RW se-Kota Bandung berarti hanya menghabiskan anggaran sebesar + Rp. 39 Miliar. Anggaran sebesar itu hanya sekali dikeluarkan, karena setiap unit pengolah sampah dapat dioperasikan secara kontinyu untuk selama ada sampah. Artinya, masih terdapat sisa anggaran sebesar + Rp 21 Miliar. Bahkan untuk tahun berikutnya, anggaran pemerintah untuk kebersihan tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya.

Setiap unit pengolah sampah di wilayah RW memerlukan petugas pengelola sampah, diperkirakan sebanyak + 5 orang. Pertanyaan kemudian muncul, dari manakah para pengelola unit pengolah sampah tersebut mendapat gaji atau penghasilan (honorarium). Perlu diingat bahwa unit pengolah sampah biodigester tersebut dapat menghasilkan pupuk cair organik. Setiap satu unit diperkirakan dapat memproduksi pupuk sebanyak 5000 – 8000 liter perbulan. Ini berarti, Pemerintah Kota Bandung mampu memproduksi pupuk rata-rata dalam satu bulan sebanyak 10.133.500 liter. Pupuk sebanyak itu dapat dijadikan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung, karena pupuk tersebut dapat dijadikan sebagai komoditas ekonomi daerah. Maka pendapatan asli daerah dari sektor riil penjualan pupuk cair organik sebesar Rp. 152 Miliar perbulan dengan harga jual pupuk sebesar Rp. 15.000/liter.

Selain itu, sampah an orgaik berjenis plastik dapat diolah dengan cara dirajang menjadi bijih plastik. Sampah asal plastik diolah kembali menjadi plastik. Proses daur ulang sampah plastik menjadi handycraft, dapat berarti asalnya sampah kembali menjadi sampah. Suatu logika yang amat sederhana. Setiap unit pengolah sampah diasumsikan dapat menghasilkan sedikitnya 100 kg bijih plastik dalam satu bulan. Artinya, Pemerintah Kota Bandung mampu menjual bijih plastik ke pabrik plastik dalam partai besar sebanyak 155,9 ton perbulan. Angka tersebut diperoleh melalui hasil kali 100 kg x jumlah RW se-Kota Bandung. Jika harga jual bijih plastik dirata-ratakan sebesar Rp. 5000/kg, maka PAD Kota Bandung dari sektor sampah plastik sebesar Rp. 775 Juta/periode satu bulan. Jumlah total PAD Kota Bandung dari sektor pengelolaan sampah sebesar Rp. 152,775 Miliar/bulan. Suatu angka yang fantastis, karena berasal dari sesuatu yang tidak berguna bahkan dianggap hina. Sampah yang awalnya bermasalah tapi kemudian mendatangkan berkah.

Satu hal penting sebagai langkah awal pelaksanaan program tersebut adalah proses sosialisasi program kepada seluruh wilayah RW melalui kelurahan-kelurahan yang hanya berjumlah 155 kelurahan. Jika proses sosialisasi program dalam satu hari kerja dapat dijangkau sebanyak 2 kelurahan, maka dalam jangka waktu kurang dari 4 bulan, proses sosialisasi tentang pengolahan sampah dapat dituntaskan. Andaikan, dalam satu bulan dapat dibangun secara marathon sebanyak 10 titik, maka dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun niscaya Kota Bandung akan menjadi percontohan kota lingkungan di Indonesia bahkan dunia.

Sebagai penutup dalam bagian ini penulis sampaikan : Semua masalah berpulang kepada kita sendiri, adakah kemauan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tidak ada masalah tanpa penyelesaian, sebab yang menjadi masalah adalah kemauan itu sendiri. Untuk menjadi maju harus berpikir maju. Kota Bandung menjadi kota termaju di dunia, karena warganya berpikiran maju. Mari kita berpikir ulang tentang lingkungan, karena memang kita memerlukan lingkungan.

Selasa, 24 Mei 2011

Satu Langkah Kecil untuk Sebuah Perubahan Besar


PENATAAN LINGKUNGAN, BANDUNG GREEN AND CLEAN, BANDUNG GREEN SCHOOL MENUJU KOTA ADIPURA KENCANA

A. Bandung Green and Clean

Organisasi ini bergerak dalam rangka turut peduli dan ambil bagian terhadap kondisi lingkungan hidup Kota Bandung yang saat ini cukup kritis. Turunnya ketersediaan air tanah, naiknya temperatur, sampah yang menggunung, sering terjadinya banjir tahunan, kencangnya tiupan angin, tingkat polusi udara yang cukup tinggi serta sedikitnya pepohonan yang ada merupakan potret kondisi Kota Bandung di usianya yang ke 200 tahun. Usia yang cukup matang untuk ukuran sebuah kota besar.

Program Bandung Green and Clean ( BGC ) diyakini akan memberi pengaruh positif bagi penataan lingkungan di Kota Bandung. Tidak hanya lingkungan yang semakin hijau dan rindang karena pepohonan, jumlah sampah yang dihasilkan rumah tangga pun diharapkan terus menurun. Bahkan, sampah yang dihasilkan warga diolah dan dimanfaatkan menjadi bahan kerajinan yang menghasilkan. Lebih jauh dapat menghindari kerusakan lingkungan yang lebih parah.

BGC adalah program pemberdayaan masyarakat untuk mengelola lingkungan secara mandiri tingkat Kota Bandung yang digagas oleh Yayasan Unilever Indonesia bekerja sama dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, Lembaga Penerapan Teknologi Tepat Guna (LPTT), Harian Pikiran Rakyat Bandung dan radio RASE FM .

Melalui program Bandung Green and Clean berharap tercipta perubahan sikap dan perilaku masyarakat Kota Bandung dalam menangani lingkungan hidup, khususnya sampah, penghijauan, dan resapan air. Untuk terwujudnya perubahan tersebut dilakukan langkah-langkah secara bertahap, bervariasi dan inovatif sesuai kondisinya. Dalam meningkatkan motivasi warga masyarakat untuk mengelola lingkungan, program ini menggunakan metoda melalui lomba pengelolaan lingkungan hidup ditingkat RW, yaitu kebersihan, penghijauan, dan sanitasi.

Sesuai dengan program pemerintah Kota Bandung, Rukun Warga 02 Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru Kota Bandung, dengan konsep Biogreen and Clean berupaya menata lingkungan yang secara tidak sengaja ikut serta dalam program Bandung Green and Clean.

Bandung Green and Clean dalam tataran konsep Biogreen and clean, tidak hanya sebatas bumi menghijau dan terbebas dari sampah. Lebih jauh program green and clean adalah program penyelamatan lingkungan secara mandiri, efektif, dan bersifat menyeluruh. Bandung Green and Clean dalam implementasinya dapat menjadi wahana peningkatan ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pemberdayaan potensi kepemudaan, dan peran serta seluruh lapisan masyarakat. Karena, titik akhir dari pelaksanaan program Bandung Green and Clean adalah adanya perubahan paradigma masyarakat tentang kesadaran menata lingkungan yang berawal dari pola hidup dan pola perilaku. Lingkungan hidup yang dimaksud adalah lingkungan hidup dalam arti luas menyangkut kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam peta konsep Biogreen and Clean, dengan jelas digambarkan bahwa dua jenis sampah secara sederhana dapat diurai dengan masing-masing proses. Jenis sampah organik dapat diproses melalui dua cara, yaitu melalui biodigesting dan composting. Biodigesting menghasilkan gas methane dan slurry sebagai pupuk cair. Sedangkan composting menghasilkan kompos atau pupuk organik dalam bentuk padat. Sementara sampah an organik berjenis plastik dapat diolah dengan dua cara pula, yaitu dibuat handycraft (kerajinan tangan) dan atau dirajang menjadi bijih plastik dengan menggunakan mesin perajang.

Konsep Biogreen and Clean dalam implementasi biodigester, pengolahan sampah organik dapat menghasilkan biogas yang bermanfaat untuk kehidupan. Selain itu, akan melahirkan lingkungan yang green (hijau) karena ditunjang oleh penggunaan pupuk organik cair dan padat. Artinya sebuah lingkungan masyarakat akan menjadi hijau, rindang, asri dan teduh karena setiap tanaman atau pohon dapat dipupuk dengan pupuk organik baik cair maupun padat. Sehingga lambat laun lingkungan akan menjadi hijau seiring dengan berjalannya waktu. Sementara pada malam hari lingkungan menjadi caang baranang karena dengan bantuan genset, gas methan dapat digunakan sebagai bagian dari pelaksanaan program hemat energi listrik. Adapun proses daur ulang atau perajangan sampah plastik akan mewujudkan lingkungan yang clean (bersih). Lingkungan menjadi bersih, karena dalam alam pikiran setiap warga akan tertanam image positif tentang sampah. Sampah bukan lagi barang yang tidak berguna atau bahkan menakutkan. Tetapi sampah yang dahulu merupakan barang buangan, kini menjadi barang yang sayang sekali jika dibuang atau tanpa dimanfaatkan dengan cara dibuat kerajinan tangan atau ditabungkan. Suatu saat nanti, melihat sampah plastik dijalan bukan lagi sampah tetapi melihat sesuatu yang bernilai rupiah. Hal tersebut akan menghidupkan gairah ekonomi.

Dengan demikian program Green and Clean dikolaborasi dengan konsep Biogreen and Clean adalah program pemberdayaan potensi masyarakat ditinjau dari berbagai aspek. Terutama aspek pendidikan dalam wawasan lingkungan, kesehatan karena ditunjang oleh kebersihan lingkungan, kemakmuran secara ekonomi dalam memanfaatkan sampah melalui bank sampah sistem syari’ah, lingkungan terpelihara dengan baik, seni budaya dalam menata lingkungan, berolahraga dalam budaya hidup sehat, dan terakhir sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah adalah ketaatan pelaksanaan nilai-nilai agama. Inilah barangkali keterkaitan antara 7 skala prioritas program pemerintah Kota Bandung dengan gerakan lingkungan “ Green and Clean”.

B. Bandung Green School

1. Sekolah sebagai agent of change

Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial. Pemerintah bersama orang tua telah menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan secara besar-besaran untuk kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, guru, dan pemimpin, kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Paling tidak terdapat 4 (empat) fungsi penting sekolah sebagai agen perubahan, yaitu :

a. Fungsi Sosialisasi.

Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada masyarakat pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan, kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada generasi tua, menyesuai kan diri dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya dan memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru, tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat, di mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dari waktu ke waktu, dan statis.
Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini sebagaimana telah disinggung sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya da
ri satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai permasalahan-permasalahan. Dalam ilmu Sosiologi, permasalahan tersebut muncul akibat proses sosialisasi tidak sempurna . Di dalam suatu masyarakat, sekolah telah melembaga demikian kuat maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction).

Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak-anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah mapan adalah menjadi tugas dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian nilai-nilai ini. Masa-masa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional.
Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa yang dicita-citakan oleh lembaga-lembaga sosialnya. Anak-anak didorong, dibimbing dan diarahkan untuk mengikuti pola-pola p
erilaku orang-orang dewasa melalui cara-cara ritual tertentu, melalui drama, tarian, nyanyian dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan ujud nyata dari budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti itu anak-anak dibiasakan untuk berlaku sopan terhadap orang tua, guru, hormat dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku. Lembaga-lembaga agama mengajarkan bagaimana penganutnya berbakti kepada Tuhannya berdasarkan tata cara tertentu.
Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila telah menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajiban-kewajiban negara, memiliki jiwa patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara. Semua ajaran dan pembiasaan tersebut pada permulaannya berlangsung melalui proses emosional, bukan proses kognitif.
Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus berjalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardius and Parelius, 1978). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old virture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi, menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan.
Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan nilai-nilai budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang menjadi way of life masyarakat dan bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan kurikulum pendidikan, beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus.
Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam budaya antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, dan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sebagai contoh sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni Soviet guru-guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab untuk menyatu dengan kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di antara mereka. Sementara di Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya kompetisi penuh di antara siswa-siswa.


b. Fungsi kontrol sosial
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme kontrol sosial. Dur
kheim menjelaskan bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983). Melalui pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang berlaku.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagian masyarakat.

Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.


c. Fungsi pelestarian budaya masyarakat.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu.
Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.

d. Fungsi pendidikan dan perubahan sosial

Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.
Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi (perubahan) hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir kritis bukan saja efektif dalam pengembangan pribadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang kompetitif.


2. Green School, Proses Perubahan Budaya Berbasis Pendidikan Lingkungan

Berdasarkan empat fungsi pendidikan di atas, program green school diharapkan dapat membawa perubahan pola berpikir dan pola perilaku peserta didik tentang pentingnya kelestarian lingkungan. Melalui manusia-manusia kecil yang setiap pagi berseragam, menenteng tas berisi buku-buku, dan belajar dari pagi hingga sore, wawasan tentang lingkungan dimasukkan kedalam alam berpikir mereka. Pembiasaan sejak dini yang diawali dari sekolah, lambat laun akan membentuk masyarakat yang cinta lingkungan, sadar akan dirinya bahwa manusia juga sebagai objek dari lingkungan itu sendiri.

Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffussion). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan. Hal ini sangat penting dalam upaya penyelamatan lingkungan lewat dunia pendidikan. Pendidikan merupakan kunci dari segala macam persoalan kemajuan dan kemunduran. Singkat kata, maju mundurnya sebuah bangsa, bergantung kepada proses pendidikan bangsa tersebut dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terkecuali dalam persoalan pelestarian lingkungan.

Launching pelaksanaan program Bandung Green School di Taman Pramuka pada tanggal 14 Mei 2011, sesuai dengan makna bulan Mei sebagai bulan pendidikan dan bulan kebangkitan, menjadi momentum penting awal kebangkitan untuk menanamkan nilai-nilai luhur tentang lingkungan hidup melalui lembaga-lembaga pendidikan.

Ratusan ribu lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang bertebaran di Kota Bandung, menjadi modal awal yang amat berharga. Melalui lembaga-lembaga pendidikan tersebut, pemerintah Kota Bandung mencetak pahlawan-pahlawan penyelamat bumi dengan program Bandung Green School.

C. Kota Adipura Kencana, Kota Bandung Bermartabat

Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa, secara geografis kota ini berada tepat di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi di berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Semetara iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk, dengan suhu rata-rata 23.5 °C, curah hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21.3 hari per bulan.

Secara geografis dan morfologis, Kota Bandung sangat potensial untuk dijadikan kota wisata lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan upaya 5 (lima) gerakan lingkungan hidup yang dicanangkan Walikota Bandung H. Dada Rosada, yaitu :

a. Penghijauan sejuta pohon

b. Cikapundung bersih

c. Sejuta bunga untuk Bandung

d. Udara bersih dari emisi

e. Gerakan pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pengawasan pohon lingkungan hidup (GP4LH).

Seiring dengan program lingkungan hidup wilayah perkotaan, kota yang berhasil menata kotanya dengan baik akan dianugerahi penghargaan nasional berupa Adipura Kencana. Penghargaan piala Adipura Kencana adalah penghargaan paling bergengsi untuk kota berprestasi dalam aspek penataan kota. Aspek utama penataan adalah penataan lingkungan hidup dengan titik berat masalah pengelolaan sampah kota. Kota Bandung tidak berhasil meraih penghargaan tertinggi pada Adipura Kencana tahun 2009 karena Kota Bandung tidak sukses dalam mengelola sampah kota dan menata pasar tradisional.

Kenyamanan lingkungan hidup sebuah kota memang tidak semata-mata bertujuan untuk meraih penghargaan. Artinya keberhasilan meraih piala Adipura Kencana bukan tujuan utama dalam menata kota. Ada atau tidak ada penghargaan, namun penataan lingkungan hidup tetap mesti kita lakukan. Kondisi bumi seperti apakah yang kita wariskan kepada generasi 10 – 15 tahun mendatang? Jawabannya: Bumi yang mengerikan ! Kota Bandung seperti apakah yang kita wariskan kepada generasi 10 – 15 tahun mendatang ?

Kota Bandung yang hendak kita wariskan adalah kota yang bersih, makmur, taat, dan bersahabat. Kota yang bersih dari berbagai sampah (sampah organik, sampah an organik, dan sampah masyarakat) , dihuni oleh warganya yang makmur karena berhasil mengubah sampah menjadi berkah, dan warga yang taat terhadap berbagai norma dan aturan, kota yang bersahabat dengan siapa saja dan yang paling penting dapat bersahabat dengan alam. Kota yang akan kita wariskan adalah Kota Bandung Bermartabat.

Wilayah sebuah kota besar sebagai sebuah lingkungan terdiri dari puzzle-puzzle kecil lingkungan RT dan RW. Kota Bandung terdiri dari 30 kecamatan dan 151 kelurahan, terbagi menjadi ribuan wilayah RT dan RW, amat potensial dalam penerapan suatu pola pengelolaan sampah. Teknologi biodigester, adalah teknik pengelolaan sampah yang sederhana , relatif murah, dan ramah lingkungan dipersiapkan untuk lingkungan yang padat penduduk. Semakin padat penduduk suatu wilayah, semakin efektif fungsi dan manfaat biodigester. Sampah Kota Bandung yang selama ini terpusat di satu titik pembuangan akhir, mesti diurai di lingkungan masing-masing RW. Melalui pola penanganan demikian, Kota Bandung tidak perlu menyiapkan satu kawasan khusus berukuran luas untuk dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

Pola pengelolaan sampah dengan konsep Biogreen and Clean dipadukan dengan program Bandung Green and Clean dan penerapan 7 skala prioritas program pemerintah Kota Bandung, kemudian disempurnakan dengan 5 Gerakan Lingkungan Hidup akan mengembalikan citra kota Bandung sebagai Parijs Van Java-nya Indonesia, sebutan Kota Kembang dalam makna denotasi akan terlukis dengan bertebarannya taman-taman bunga sudut kota. Kota Bandung akan menjadi kota yang betul-betul bermartabat dihadapan kota-kota besar lain di seluruh Indonesia bahkan dunia.

D. Sosialisasi Pendidikan Lingkungan, Transportasi Umum Berbasis Sampah

Pada bagian terdahulu telah dijelaskan, bahwa pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Sebuah bangsa dikatakan maju, tergantung tingkat pendidikan dan seberapa jauh pendidikan mampu mengubah pola pikir dan pola perilaku bangsa tersebut. Suatu teknik sosialisasi pemahaman tentang lingkungan dikalangan siswa adalah melalui penggunaan transportasi khusus siswa berbasis sampah. Alat transportasi tersebut dirancang khusus sebagai alat angkut manusia dengan biaya transportasi sekantong sampah yang sudah dipilah. Dengan melaksanakan program transportasi berbasis sampah, para siswa akan terdidik dan terbiasa untuk selalu memperhatikan kebersihan lingkungan. Lebih jauh, dapat diterapkan pula penggunaan alat transportasi tersebut untuk kalangan masyarakat umum. Tumbuhnya pola berpikir dan pola perilaku positif terhadap lingkungan sejak dini, akan membentuk satu generasi penerus penyelamat lingkungan. Disamping itu, masyarakat umum akan terbantu teringankan dari sisi biaya pendidikan terutama biaya transportasi sehari-hari.

Instalasi pengolahan sampah organik dan an organik, dibangun secara permanen di pemberhentian akhir setiap rute. Contoh sederhana : Rute Cicaheum – Cileunyi, pengolahan sampah dibangun dikedua terminal tersebut. Angkutan umum bergerak dari arah Cileunyi, maka sampah yang terkumpul dibongkar dan diolah di Cicaheum. Demikian pula sebaliknya, bergerak dari arah Cicaheum, maka sampah dibongkar di Cileunyi. Angkutan tersebut melayani penumpang baik jarak jauh maupun jarak dekat dengan besaran sampah yang sama, minimal satu kantong plastik keresek.

Teknis demikian akan membiasakan anggota masyarakat untuk selalu menyimpan sampah karena dapat digunakan minimal untuk biaya transport bepergian.

Biaya operasional dan perawatan kendaraan tersebut berasal dari penjualan pupuk cair organik kaya nutrisi yang dihasilkan dari seluruh reaktor pengolahan sampah.

Dampak positif penerapan alat transportasi berbasis sampah, diantaranya :

1. Masyarakat akan terdidik untuk selalu membuang sampah pada tempatnya.

2. Pengeluaran keluarga dalam hal biaya transportasi akan berkurang terutama siswa, karena biaya transport tidak lagi dalam bentuk rupiah tapi dalam bentuk sampah.

3. Secara langsung akan menyelesaikan persoalan pengangguran, karena setiap Reaktor Pengolahan Sampah memerlukan pekerja profesional dibidang Pengelolaan Sampah.

4. Kesan sampah yang kotor dan bau akan berubah menjadi sampah yang membawa berkah untuk keindahan kota.

Dan obsesi ini hanya bisa berjalan jika pemerintah berperan mewujudkannya secara permanen berdasarkan payung hukum yang jelas. Reaktor Pengolahan Sampah Biodigester dan Alat Transportasi Berbasis Sampah hanya bisa dikelola oleh atasnama pemerintah.

Semoga.......................