Selasa, 24 Mei 2011

Satu Langkah Kecil untuk Sebuah Perubahan Besar


PENATAAN LINGKUNGAN, BANDUNG GREEN AND CLEAN, BANDUNG GREEN SCHOOL MENUJU KOTA ADIPURA KENCANA

A. Bandung Green and Clean

Organisasi ini bergerak dalam rangka turut peduli dan ambil bagian terhadap kondisi lingkungan hidup Kota Bandung yang saat ini cukup kritis. Turunnya ketersediaan air tanah, naiknya temperatur, sampah yang menggunung, sering terjadinya banjir tahunan, kencangnya tiupan angin, tingkat polusi udara yang cukup tinggi serta sedikitnya pepohonan yang ada merupakan potret kondisi Kota Bandung di usianya yang ke 200 tahun. Usia yang cukup matang untuk ukuran sebuah kota besar.

Program Bandung Green and Clean ( BGC ) diyakini akan memberi pengaruh positif bagi penataan lingkungan di Kota Bandung. Tidak hanya lingkungan yang semakin hijau dan rindang karena pepohonan, jumlah sampah yang dihasilkan rumah tangga pun diharapkan terus menurun. Bahkan, sampah yang dihasilkan warga diolah dan dimanfaatkan menjadi bahan kerajinan yang menghasilkan. Lebih jauh dapat menghindari kerusakan lingkungan yang lebih parah.

BGC adalah program pemberdayaan masyarakat untuk mengelola lingkungan secara mandiri tingkat Kota Bandung yang digagas oleh Yayasan Unilever Indonesia bekerja sama dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, Lembaga Penerapan Teknologi Tepat Guna (LPTT), Harian Pikiran Rakyat Bandung dan radio RASE FM .

Melalui program Bandung Green and Clean berharap tercipta perubahan sikap dan perilaku masyarakat Kota Bandung dalam menangani lingkungan hidup, khususnya sampah, penghijauan, dan resapan air. Untuk terwujudnya perubahan tersebut dilakukan langkah-langkah secara bertahap, bervariasi dan inovatif sesuai kondisinya. Dalam meningkatkan motivasi warga masyarakat untuk mengelola lingkungan, program ini menggunakan metoda melalui lomba pengelolaan lingkungan hidup ditingkat RW, yaitu kebersihan, penghijauan, dan sanitasi.

Sesuai dengan program pemerintah Kota Bandung, Rukun Warga 02 Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru Kota Bandung, dengan konsep Biogreen and Clean berupaya menata lingkungan yang secara tidak sengaja ikut serta dalam program Bandung Green and Clean.

Bandung Green and Clean dalam tataran konsep Biogreen and clean, tidak hanya sebatas bumi menghijau dan terbebas dari sampah. Lebih jauh program green and clean adalah program penyelamatan lingkungan secara mandiri, efektif, dan bersifat menyeluruh. Bandung Green and Clean dalam implementasinya dapat menjadi wahana peningkatan ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pemberdayaan potensi kepemudaan, dan peran serta seluruh lapisan masyarakat. Karena, titik akhir dari pelaksanaan program Bandung Green and Clean adalah adanya perubahan paradigma masyarakat tentang kesadaran menata lingkungan yang berawal dari pola hidup dan pola perilaku. Lingkungan hidup yang dimaksud adalah lingkungan hidup dalam arti luas menyangkut kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam peta konsep Biogreen and Clean, dengan jelas digambarkan bahwa dua jenis sampah secara sederhana dapat diurai dengan masing-masing proses. Jenis sampah organik dapat diproses melalui dua cara, yaitu melalui biodigesting dan composting. Biodigesting menghasilkan gas methane dan slurry sebagai pupuk cair. Sedangkan composting menghasilkan kompos atau pupuk organik dalam bentuk padat. Sementara sampah an organik berjenis plastik dapat diolah dengan dua cara pula, yaitu dibuat handycraft (kerajinan tangan) dan atau dirajang menjadi bijih plastik dengan menggunakan mesin perajang.

Konsep Biogreen and Clean dalam implementasi biodigester, pengolahan sampah organik dapat menghasilkan biogas yang bermanfaat untuk kehidupan. Selain itu, akan melahirkan lingkungan yang green (hijau) karena ditunjang oleh penggunaan pupuk organik cair dan padat. Artinya sebuah lingkungan masyarakat akan menjadi hijau, rindang, asri dan teduh karena setiap tanaman atau pohon dapat dipupuk dengan pupuk organik baik cair maupun padat. Sehingga lambat laun lingkungan akan menjadi hijau seiring dengan berjalannya waktu. Sementara pada malam hari lingkungan menjadi caang baranang karena dengan bantuan genset, gas methan dapat digunakan sebagai bagian dari pelaksanaan program hemat energi listrik. Adapun proses daur ulang atau perajangan sampah plastik akan mewujudkan lingkungan yang clean (bersih). Lingkungan menjadi bersih, karena dalam alam pikiran setiap warga akan tertanam image positif tentang sampah. Sampah bukan lagi barang yang tidak berguna atau bahkan menakutkan. Tetapi sampah yang dahulu merupakan barang buangan, kini menjadi barang yang sayang sekali jika dibuang atau tanpa dimanfaatkan dengan cara dibuat kerajinan tangan atau ditabungkan. Suatu saat nanti, melihat sampah plastik dijalan bukan lagi sampah tetapi melihat sesuatu yang bernilai rupiah. Hal tersebut akan menghidupkan gairah ekonomi.

Dengan demikian program Green and Clean dikolaborasi dengan konsep Biogreen and Clean adalah program pemberdayaan potensi masyarakat ditinjau dari berbagai aspek. Terutama aspek pendidikan dalam wawasan lingkungan, kesehatan karena ditunjang oleh kebersihan lingkungan, kemakmuran secara ekonomi dalam memanfaatkan sampah melalui bank sampah sistem syari’ah, lingkungan terpelihara dengan baik, seni budaya dalam menata lingkungan, berolahraga dalam budaya hidup sehat, dan terakhir sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah adalah ketaatan pelaksanaan nilai-nilai agama. Inilah barangkali keterkaitan antara 7 skala prioritas program pemerintah Kota Bandung dengan gerakan lingkungan “ Green and Clean”.

B. Bandung Green School

1. Sekolah sebagai agent of change

Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial. Pemerintah bersama orang tua telah menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan secara besar-besaran untuk kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, guru, dan pemimpin, kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Paling tidak terdapat 4 (empat) fungsi penting sekolah sebagai agen perubahan, yaitu :

a. Fungsi Sosialisasi.

Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada masyarakat pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan, kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada generasi tua, menyesuai kan diri dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya dan memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru, tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat, di mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dari waktu ke waktu, dan statis.
Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini sebagaimana telah disinggung sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya da
ri satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai permasalahan-permasalahan. Dalam ilmu Sosiologi, permasalahan tersebut muncul akibat proses sosialisasi tidak sempurna . Di dalam suatu masyarakat, sekolah telah melembaga demikian kuat maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction).

Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak-anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah mapan adalah menjadi tugas dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian nilai-nilai ini. Masa-masa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional.
Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa yang dicita-citakan oleh lembaga-lembaga sosialnya. Anak-anak didorong, dibimbing dan diarahkan untuk mengikuti pola-pola p
erilaku orang-orang dewasa melalui cara-cara ritual tertentu, melalui drama, tarian, nyanyian dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan ujud nyata dari budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti itu anak-anak dibiasakan untuk berlaku sopan terhadap orang tua, guru, hormat dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku. Lembaga-lembaga agama mengajarkan bagaimana penganutnya berbakti kepada Tuhannya berdasarkan tata cara tertentu.
Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila telah menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajiban-kewajiban negara, memiliki jiwa patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara. Semua ajaran dan pembiasaan tersebut pada permulaannya berlangsung melalui proses emosional, bukan proses kognitif.
Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus berjalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardius and Parelius, 1978). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old virture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi, menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan.
Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan nilai-nilai budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang menjadi way of life masyarakat dan bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan kurikulum pendidikan, beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus.
Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam budaya antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, dan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sebagai contoh sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni Soviet guru-guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab untuk menyatu dengan kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di antara mereka. Sementara di Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya kompetisi penuh di antara siswa-siswa.


b. Fungsi kontrol sosial
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme kontrol sosial. Dur
kheim menjelaskan bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983). Melalui pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang berlaku.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagian masyarakat.

Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.


c. Fungsi pelestarian budaya masyarakat.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu.
Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.

d. Fungsi pendidikan dan perubahan sosial

Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.
Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi (perubahan) hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir kritis bukan saja efektif dalam pengembangan pribadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang kompetitif.


2. Green School, Proses Perubahan Budaya Berbasis Pendidikan Lingkungan

Berdasarkan empat fungsi pendidikan di atas, program green school diharapkan dapat membawa perubahan pola berpikir dan pola perilaku peserta didik tentang pentingnya kelestarian lingkungan. Melalui manusia-manusia kecil yang setiap pagi berseragam, menenteng tas berisi buku-buku, dan belajar dari pagi hingga sore, wawasan tentang lingkungan dimasukkan kedalam alam berpikir mereka. Pembiasaan sejak dini yang diawali dari sekolah, lambat laun akan membentuk masyarakat yang cinta lingkungan, sadar akan dirinya bahwa manusia juga sebagai objek dari lingkungan itu sendiri.

Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffussion). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan. Hal ini sangat penting dalam upaya penyelamatan lingkungan lewat dunia pendidikan. Pendidikan merupakan kunci dari segala macam persoalan kemajuan dan kemunduran. Singkat kata, maju mundurnya sebuah bangsa, bergantung kepada proses pendidikan bangsa tersebut dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terkecuali dalam persoalan pelestarian lingkungan.

Launching pelaksanaan program Bandung Green School di Taman Pramuka pada tanggal 14 Mei 2011, sesuai dengan makna bulan Mei sebagai bulan pendidikan dan bulan kebangkitan, menjadi momentum penting awal kebangkitan untuk menanamkan nilai-nilai luhur tentang lingkungan hidup melalui lembaga-lembaga pendidikan.

Ratusan ribu lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang bertebaran di Kota Bandung, menjadi modal awal yang amat berharga. Melalui lembaga-lembaga pendidikan tersebut, pemerintah Kota Bandung mencetak pahlawan-pahlawan penyelamat bumi dengan program Bandung Green School.

C. Kota Adipura Kencana, Kota Bandung Bermartabat

Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa, secara geografis kota ini berada tepat di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi di berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Semetara iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk, dengan suhu rata-rata 23.5 °C, curah hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21.3 hari per bulan.

Secara geografis dan morfologis, Kota Bandung sangat potensial untuk dijadikan kota wisata lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan upaya 5 (lima) gerakan lingkungan hidup yang dicanangkan Walikota Bandung H. Dada Rosada, yaitu :

a. Penghijauan sejuta pohon

b. Cikapundung bersih

c. Sejuta bunga untuk Bandung

d. Udara bersih dari emisi

e. Gerakan pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pengawasan pohon lingkungan hidup (GP4LH).

Seiring dengan program lingkungan hidup wilayah perkotaan, kota yang berhasil menata kotanya dengan baik akan dianugerahi penghargaan nasional berupa Adipura Kencana. Penghargaan piala Adipura Kencana adalah penghargaan paling bergengsi untuk kota berprestasi dalam aspek penataan kota. Aspek utama penataan adalah penataan lingkungan hidup dengan titik berat masalah pengelolaan sampah kota. Kota Bandung tidak berhasil meraih penghargaan tertinggi pada Adipura Kencana tahun 2009 karena Kota Bandung tidak sukses dalam mengelola sampah kota dan menata pasar tradisional.

Kenyamanan lingkungan hidup sebuah kota memang tidak semata-mata bertujuan untuk meraih penghargaan. Artinya keberhasilan meraih piala Adipura Kencana bukan tujuan utama dalam menata kota. Ada atau tidak ada penghargaan, namun penataan lingkungan hidup tetap mesti kita lakukan. Kondisi bumi seperti apakah yang kita wariskan kepada generasi 10 – 15 tahun mendatang? Jawabannya: Bumi yang mengerikan ! Kota Bandung seperti apakah yang kita wariskan kepada generasi 10 – 15 tahun mendatang ?

Kota Bandung yang hendak kita wariskan adalah kota yang bersih, makmur, taat, dan bersahabat. Kota yang bersih dari berbagai sampah (sampah organik, sampah an organik, dan sampah masyarakat) , dihuni oleh warganya yang makmur karena berhasil mengubah sampah menjadi berkah, dan warga yang taat terhadap berbagai norma dan aturan, kota yang bersahabat dengan siapa saja dan yang paling penting dapat bersahabat dengan alam. Kota yang akan kita wariskan adalah Kota Bandung Bermartabat.

Wilayah sebuah kota besar sebagai sebuah lingkungan terdiri dari puzzle-puzzle kecil lingkungan RT dan RW. Kota Bandung terdiri dari 30 kecamatan dan 151 kelurahan, terbagi menjadi ribuan wilayah RT dan RW, amat potensial dalam penerapan suatu pola pengelolaan sampah. Teknologi biodigester, adalah teknik pengelolaan sampah yang sederhana , relatif murah, dan ramah lingkungan dipersiapkan untuk lingkungan yang padat penduduk. Semakin padat penduduk suatu wilayah, semakin efektif fungsi dan manfaat biodigester. Sampah Kota Bandung yang selama ini terpusat di satu titik pembuangan akhir, mesti diurai di lingkungan masing-masing RW. Melalui pola penanganan demikian, Kota Bandung tidak perlu menyiapkan satu kawasan khusus berukuran luas untuk dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

Pola pengelolaan sampah dengan konsep Biogreen and Clean dipadukan dengan program Bandung Green and Clean dan penerapan 7 skala prioritas program pemerintah Kota Bandung, kemudian disempurnakan dengan 5 Gerakan Lingkungan Hidup akan mengembalikan citra kota Bandung sebagai Parijs Van Java-nya Indonesia, sebutan Kota Kembang dalam makna denotasi akan terlukis dengan bertebarannya taman-taman bunga sudut kota. Kota Bandung akan menjadi kota yang betul-betul bermartabat dihadapan kota-kota besar lain di seluruh Indonesia bahkan dunia.

D. Sosialisasi Pendidikan Lingkungan, Transportasi Umum Berbasis Sampah

Pada bagian terdahulu telah dijelaskan, bahwa pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Sebuah bangsa dikatakan maju, tergantung tingkat pendidikan dan seberapa jauh pendidikan mampu mengubah pola pikir dan pola perilaku bangsa tersebut. Suatu teknik sosialisasi pemahaman tentang lingkungan dikalangan siswa adalah melalui penggunaan transportasi khusus siswa berbasis sampah. Alat transportasi tersebut dirancang khusus sebagai alat angkut manusia dengan biaya transportasi sekantong sampah yang sudah dipilah. Dengan melaksanakan program transportasi berbasis sampah, para siswa akan terdidik dan terbiasa untuk selalu memperhatikan kebersihan lingkungan. Lebih jauh, dapat diterapkan pula penggunaan alat transportasi tersebut untuk kalangan masyarakat umum. Tumbuhnya pola berpikir dan pola perilaku positif terhadap lingkungan sejak dini, akan membentuk satu generasi penerus penyelamat lingkungan. Disamping itu, masyarakat umum akan terbantu teringankan dari sisi biaya pendidikan terutama biaya transportasi sehari-hari.

Instalasi pengolahan sampah organik dan an organik, dibangun secara permanen di pemberhentian akhir setiap rute. Contoh sederhana : Rute Cicaheum – Cileunyi, pengolahan sampah dibangun dikedua terminal tersebut. Angkutan umum bergerak dari arah Cileunyi, maka sampah yang terkumpul dibongkar dan diolah di Cicaheum. Demikian pula sebaliknya, bergerak dari arah Cicaheum, maka sampah dibongkar di Cileunyi. Angkutan tersebut melayani penumpang baik jarak jauh maupun jarak dekat dengan besaran sampah yang sama, minimal satu kantong plastik keresek.

Teknis demikian akan membiasakan anggota masyarakat untuk selalu menyimpan sampah karena dapat digunakan minimal untuk biaya transport bepergian.

Biaya operasional dan perawatan kendaraan tersebut berasal dari penjualan pupuk cair organik kaya nutrisi yang dihasilkan dari seluruh reaktor pengolahan sampah.

Dampak positif penerapan alat transportasi berbasis sampah, diantaranya :

1. Masyarakat akan terdidik untuk selalu membuang sampah pada tempatnya.

2. Pengeluaran keluarga dalam hal biaya transportasi akan berkurang terutama siswa, karena biaya transport tidak lagi dalam bentuk rupiah tapi dalam bentuk sampah.

3. Secara langsung akan menyelesaikan persoalan pengangguran, karena setiap Reaktor Pengolahan Sampah memerlukan pekerja profesional dibidang Pengelolaan Sampah.

4. Kesan sampah yang kotor dan bau akan berubah menjadi sampah yang membawa berkah untuk keindahan kota.

Dan obsesi ini hanya bisa berjalan jika pemerintah berperan mewujudkannya secara permanen berdasarkan payung hukum yang jelas. Reaktor Pengolahan Sampah Biodigester dan Alat Transportasi Berbasis Sampah hanya bisa dikelola oleh atasnama pemerintah.

Semoga.......................





Tidak ada komentar:

Posting Komentar